Jumat, 07 Januari 2011

CERPEN " ELIN"

Cerita ini berawal dari saat aku mengujungi rumah bibiku. Disana aku mengenal seorang perempuan yang sangat manis, elin namanya, dia tinggal bersebrangan dengan rumah bibiku. Jujur saja aku merasa tertarik pada dia, pada kepribadiannya, pada kesopanannya dan pada kecantikannya.

Suatu sore aku mendatangi tempat dia bermain bersama teman-temannya, dia senang sekali bermain didanau yang ada didekat rumahnya, setiap sore danau itu selalu penuh dengan anak remaja yang melakukan berbagai aktifitas, joging, ngobrol, dan bahkan membaca buku di bawah naungan pohon-pohon yang berbaris rapih mengelilingi danau.

Seperti biasanya dia bermain bersama yanti dan yeni, mereka berdua adalah sahabat karib elin.

“hai” sapaku ramah pada elin semua dan kawan-kawannya.

“kamu keponakannya bu nurhayati yah?” tanya yanti.

Aku hanya mengangguk. “kamu?”

Elin memperkenalkan aku dengan teman-temanya “oh iya dia namanya yanti, dan yang ini yeni. yan, yen, dia namanya rijal, dia keponakan bu nur yang tinggal diseberang rumahku itu”. Kata elin pada kedua temennya sambil memegang pundakku.

Yanti dan yeni mengangguk.merekapun mengajakku berjalan-jalan mengelilingi danau. Kami bermain hingga hari sore. Aku merasa yeni menaruh perhatian padaku, karena dari tadi dia menatapku terus, dan saat aku mengajaknya berbicara dia memalingkan wajah dengan mimik wajah tersipu. Untuk ukuran seorang cowok, wajahku memang boleh dibilang tampan, jadi tidak heran kalau yeni terpesona saat memandangku.

Tapi seperti yang aku jelaskan diawal aku mencintai elin, bukanlah yeni.

Malam harinya aku kembali lagi kedanau itu sendiri, aku ingin merasakan suasana danau saat malam hari. Kuhirup udara sejuk yang berhembus semilir dibibir danau, aku duduk dibawah pohon menyalakan ipod, aku mendengarkan musik sambil menatap kedalam danau yang terlihat bergelombang ditiup angin malam, pantulan bulan seakan bergoyang menyapaku. Diseberang danau aku melihat elin juga sedang duduk dibawah pohon, wajahnya terlihat sedu, dia sedang menangis rupanya. Entah apa yang membuat dia menangis, akupun mendekati dia.

“kamu kenapa?” tanyaku sambil menyodorkan sapu tangan untuk elin. Akupun duduk disampingnya.

Elin buru-buru menyeka jawahnya, dia menarik nafas panjang dan tersenyum kearahku “ng, nggak aku baik-baik saja kok, kamu kenapa datang kedanau malam-malam begini?”

“Aku hanya ingin merasakan suasana danau pada malam hari, soalnya didaerah rumahku tidak ada danau seperti disini. Kamu mau dengerin musik?”. Elin mengangguk, akupun memasangkan hetsetku yang satu lagi ditelinganya.

Dia tersenyum sambil memejamkan mata, “ini lagu heart yah?” aku mengangguk “aku suka sekali sama film heart, film itu menceritakan kisah cinta yang benar-benar dalem banget”

“yah, aku juga suka, tapi aku lebih suka membaca novelnya”.

Kami terdiam tanpa kata, hanya mendengarkan lagu sambil menikmati udara malam, sambil mendengarkan musik. Mata elin memandang serius menatap kearah danau, wajahnya terlihat berseri dikegelapan malam. Kulihat dia seperti sedang menunggu-nunggu.

“kamu terlihat sedang menunggu sesuatu”

“yah, aku sedang menunggu kunang-kunang, biasanya bila hari cerah kunang-kunang suka berterbangan diatas permukaan danau”

“kunang-kunang?”

“yah, dia mengangguk. Yang tahu kalau disini suka terlihat kunang-kunang hanya aku, belum ada warga yang memperhatikan kunang-kunang disekitar danau, padahal kalau diamati dengan sesama kunang-kunang didesa ini sangatlah indah”.

Aku ikut menatap kearah permukaan danau, aku tidak melihat apapun. “kira-kira kapan danau itu akan muncul?”

“biasanya sih, tengah malam”

Aku menyeritkan keningku, melihat kearah matanya “kamu duduk dipinggir danau seperti ini hingga tengah malam?”. Dia mengangguk saja. “kamu tidak takut?”.

“takut pada apa?, didunia ini tidak ada yang harus kita takuti, karena itu aku tidak pernah memikirkan hal-hal yang aneh”. Dia beridiri “nah itu kunang-kunangnya muncul. Ayo kita berdiri dipinggir danau”. Dia pun berjalan menuju bibir danau, aku mengukutinya dari belakang.

Kunang-kunang terlihat berkelap-kelip muncul dari balik daun, dari balik pohon dibibir danau terlihat indah seperti gugusan cahaya yang berkilau dengan teratur, aku terpana melihat kejadian menganggumkan itu. Kumpulan kunang-kunang itu beterbangan diatas permukaan danau sambil menari dikegelapan malam.

Elin mengulurkan tangannya kedepan kearah gerombolan kunang-kunang, namun dengan anehnya kunang-kunang itu justru mendekati elin tanpa ragu. Gerombolan kunang-kunang itu terlihat seperti seorang manusia, terlihat seperti seorang bapak-bapak. Kemudian gerombolan kunang-kunang itu memeluk tubuh mungil elin.

“ayah” kata elin pelan, seperti berbisik, tapi terdengar olehku. Elin terlihat memejamkan matanya, pelupuk matanya mengeluarkan butir-butir air.

Didalam hatiku aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan kejadian itu, namun entah mengapa aku tak merasa takut sedikitpun melihat tingkah elin. Elin terlihat misterius.

Tak lama kemudian kunang-kunang itu kembali menjauh, berpencar dan menghilang dibalik dedaunan yang ada di pohon sekitar danau.

Elin masih terdiam melihat kearah permukaan air danau. Dia mengusap wajahnya, menatap kearahku “jangan ceritkan hal ini pada siapapun yah”.

Aku mengangguk. Aku merasa elin benar-benar merasa kesepian semenjak ayahnya meninggal. Kami terdiam lama, hanya saling menatap.

“kamu tidak ingin pulang?” tanya elin padaku.

“aku ingin pulang, tapi jika kau juga pulang. Aku tidak ingin nanti kamu sakit bila berada didanau ini terus” jawabku.

Elin menarik nafas “aku ingin pulang, setelah makan sesuatu, aku merasa lapar. Aku ingin makan mie ayam mang usu yang ada dipengkolan jalan, kamu mau ikut?”

Aku mengangguk.

*********************

Seminggu berlalu karena sekolahku setiap hari sabtu minggu libur, akupun memutuskan untuk berakhir pekan dirumah tanteku lagi.

Sore harinya aku mendatangi danau, disana aku melihat elin sedang bermain bola volly bersama kedua temannya yanti dan yeni, juga dengan seorang cowok yang belum aku kenal. Siapa dia? Fikirku, aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Aku memperhatikan mereka dari jauh, aku curiga, jangan-jangan cowok itu adalah pacarnya elin. Aku bersembunyi di balik pohon. Cowok yang baru kulihat itu sering memandangi elin dengan ekspresi wajah yang harap-harap cemas.

Akhirnya akupun memutuskan untuk mendekati mereka.

“hay, apa kabar?, aku boleh gabung dengan kalian?” tanyaku. Dengan gesit yeni langsung saja merangkul tanganku. Aku merasa risih dengan tingkahnya yang genit itu. Elin tersenyum padaku, namun cowok yang berdiri disampingnya menatapku dengan tatapan sinis.

“oh iya, jal kenalin dia kakakku, namanya ricki, rick ini rijal dia ponakannya bu nur yang tinggal diseberang rumah elin”. Kata yeni mengenalkanku pada kakaknya. Ricki menyalamiku, kini dia tersenyum walau hanya sedetik.

“kamu mau main volly juga?” tanya yanti, aku mengangguk. “ya sudah kamu menggantikan aku sementara, kebetulan aku juga sedang capek. Aku mau istirahat dulu”. Yanti pun duduk dibibir lapangan volly sambil meneguk air mineral yang sudah ada dibawah tiang volly.

Dalam permainan aku berpasangan dengan yeni, sedangkan ricki dengan elin. Aku kesal melihat mereka berpasangan. Permainan berlangsung, ricki sangatlah mahir bermain volly, sering sekali dia menyelamatkan elin dari bola yang tidak dapat dia tangkis, dan tamapaknya elin senang dibantu oleh ricki, sesekali mereka bertatapan, membuatku jengkel. Ricki mensmash bola volly kearah yeni dia tak dapat menangkis, hingga dia terjatuh, namun untungnya dia kupegangi hingga dia tidak jadi terjatuh. Saat aku menagkap tubuh yeni yang kecil, yeni menatapku dengan tajam. Apa-apaan dia? Kenapa menatapku seperti itu?,fikirku. Elin terlihat diam saja. Tidakkah dia cemburu? Kenapa dia hanya diam saja? Padahal aku sangat berharap dia akan cemburu.

Permainan volly akhirnya selesai, yang menang tentu saja ricki dan elin. Mereka terlihat pasangan yang sangat serasi saat bermain volly. Perlu dia garis bawahi kata ‘saat bermain volly’ maksudku.

Aku tak mempermasalahkan kekalahanku, ini hanya permainan, namun yeni terlihat kecewa, padahal penyebab kekalahan kami adalah karena dia tidak bisa menepis bola volly dari ricki, bahkan bola volly dari elin pun tak dapat dia tangkis.

Waktu sudah hampir malam, tinggal aku dan yanti yang masih mengobrol dibibir danau.

“yan aku boleh tanya sesuatu gak sama kamu?” tanyaku.

“tentu saja, mengenai apa?”

“e. . . elin

Tidak ada komentar: